Meneladani Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
Kisah keluarga Nabi Ibrahim adalah kisah teladan bagi setiap rumah tangga Muslim dalam menjalani problematika rumah tangga. Serentetan ujian yang bergulir tiada henti dalam kehidupannya. Namun semua itu tidak menjadikan bahtera rumah tangganya goncang bahkan semakin bertambah kuat perkasa.
Sekian tahun lamanya keluarga Ibrahim menanti sang buah hati. Telah banyak linangan air mata dalam doanya untuk di karuniai seorang putra sebagai penerus perjuangannya. Ketika sang buah hati telah hadir dan merekah dalam hatinya, maka Allah hendak menguji keimanan nabi Ibrahim dengan sang buah hatinya. Allah berfirman dalam al-Qur’an.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Siapapun pasti akan merasa berduka ketika buah hatinya sakit dan terluka. Apalagi anak semata wayang yang sekian tahun dinanti kehadirannya diperintahkan untuk disembelih sebagai bukti keimanannya. Meski demikian Nabi Ibrahim yakin bahwa mimpi yang dialaminya adalah wahyu dari Allah bukan sekedar halusinasi dan bisikan setan. Akhirnya iapun bertekad melaksanakan perintah Allah tersebut bersama anaknya.
Kebersamaan Ibrahim dan Ismail dalam Menjalankan Perintah Allah
Setelah Nabi Ibrahim mengetahui bahwa hal tersebut adalah wahyu dari Allah, maka segera ia kabarkan kepada Ismail putranya tercinta seraya meminta pendapatnya. Sungguh dia seorang anak yang berbakti pada orang tuanya. Begitu juga santun akhlak dan budi pekertinya.
Ketika mendengar hal tersebut adalah wahyu Allah yang disampaikan pada ayahnya tercinta, maka ia tidak lagi berpikir panjang memberikan jawaban untuk melaksanakan perintah Allah. Isma’il yang masih belia itu dengan tegas mengatakan pada ayahnya.
“Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Subhanallah… Iman setebal apakah yang menghiasi keluarga Nabi Ibrahim hingga ujian seberat itu dihadapi dengan penuh kesabaran? Kita benar-benar terheran dan takjub dengan keduanya yang bertekad kuat bersama-sama melaksanakan perintah Allah meskipun seolah tak tertahankan oleh jiwa.
Begitulah ketika orang tua tulus berdoa kepada Allah untuk anaknya kemudian mendidik dengan ajaran-ajaran tauhid maka anak akan tumbuh dengan pribadi shalih yang berbakti pada orang tuanya.
Kisah Penyembelihan
Tak terbayangkan suasana tatkala Nabi Ibrahim hendak melaksanakan perintah Allah. Haru-biru dan menegangkan bergejolak dalam jiwa sang ayah yang begitu cinta pada anak semata wayangnya. Keraguan pun terkadang menggelayuti di dalam benak Ibrahim.
Namun setiap setan kali datang menghampiri segera ia tepis dan meminta perlindungan kepada Allah. Ibrahim dan Isrnail pun berserah diri, Kecintaan Ibrahim pada Allah telah mengalahkan kecintaan pada anaknya.
Begitu juga kecintaan Ismail pada Allah mengalahkan kecintaan pada dirinya sehingga rela mengorbankan nyawanya. Maka dimulailah pelaksaan perintah Allah sebagaimana firman-Nya: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. “(QS. ash-Shoffat:103)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Ia (Ibrahim) telungkupkan ke tanah untuk disembelih dari arah tengkuknya tanpa melihat wajahnya saat disembelih agar lebih ringan bagi perasaannya.”
Ketika telah sempurna merebahkan putranya dan mata pisau mulai dipancangkan untuk di ayurikan ke leher Ismail. Saat itu Allah mengetahui kejujuran Ibrahim dan Ismail. Allah berfirman memuji Ibrahim.
“Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrohim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik’. ” (QS. ash Shaffat: 104-105)
Akhirnya Allah pun menjadikan jalan keluar dari ujian mereka berdua. Allah ganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Allah berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. ash-Shaffat:104-105)
Haru biru telah memenuhi ruang hati Ibrahim dan Ismail. Perasaan gemuruh telah berubah menjadi samudra kebahagian. Gelombang ujian yang begitu dahsyat telah pecah dengan tekad mereka yang tegar bagai karang di tengah lautan. Tak pernah goyang meskipun diterjang kuatnya badai dan gelombang.
Sungguh kisah mereka teladan abadi keluarga muslim sepanjang zaman.
Pelajaran dari Kisah Ismail bagi Seorang Muslim
Dalam kisah Ismail banyak sekali terdapat ibrah dan nasihat yang dapat dijadikan oleh para da’i sebagai topik dakwah di seluruh lini masyarakat, diantara ibrah dan nasihat yang bisa kita petik dari kisah Nabi Ismail adalah:
1. Mengikat diri dalam perintah Allah dan segala perintah-Nya bukanlah dalam rangka menzholimi
dan menyusahkan seorang hamba.
2. Ismail adalah suri tauladan bagi pemuda muslim dalam berbakti pada orang tua terlebih
ketaatannya kepada perintah Allah.
3. Menghilangkan lara kesedihan dengan taat pada Allah. Itulah obat mujarab. Barangsiapa yang
bersedih hati hendaklah mendekatkan diri pada Allah dengan ketaatan.
4. Cobaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin menunjukkan bukti kecintaan Allah.
Ketika Allah menguji hamba-Nya hakikatnya Dia sedang mencintainya.
5. Berhias dengan akhlak yang Islami yaitu dengan senantiasa menepati janji dan berhusnuzhon
kepada Allah.
6. Memenuhi hak keluarga seperti bermusyawarah kepada anak ketika hendak mengerjakan suatu
perkara yang berkaitan dengannya begitu juga kebersamaan dalam melaksanakan perintah Allah.
7. Tidak boleh bermaksiat kepada Allah dengan alasan memenuhi hak keluarga.
8. Perintah berkorban kepada Allah dengan harta dan jiwa. Dan dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
di syariatkan bagi umat islam berkurban dengan menyembelih kambing.
9. Kesabaran dan tekad yang kuat dalam menjalankan perintah Allah membuahkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
10. Hendaknya bagi seorang Muslim senantiasa menepis dan membuang keraguan dan bisikan setan
ketika hendak menjalankan ketaatan kepada Allah
Demikian beberapa hikmah dari kisah Ibrahim dan Ismail dalam kehidupan seorang Muslim. Sungguh kalau kita mau menggali masih banyak sekali hikmah yag terkandung di dalamnya. Wallahu a’lam bishawab.
Sumber: Buletin Dakwah Hasmi, E. 36 – 14 Oktober 2011
Sekian tahun lamanya keluarga Ibrahim menanti sang buah hati. Telah banyak linangan air mata dalam doanya untuk di karuniai seorang putra sebagai penerus perjuangannya. Ketika sang buah hati telah hadir dan merekah dalam hatinya, maka Allah hendak menguji keimanan nabi Ibrahim dengan sang buah hatinya. Allah berfirman dalam al-Qur’an.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab: ‘Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS. Ash-Shaffat: 102)
Siapapun pasti akan merasa berduka ketika buah hatinya sakit dan terluka. Apalagi anak semata wayang yang sekian tahun dinanti kehadirannya diperintahkan untuk disembelih sebagai bukti keimanannya. Meski demikian Nabi Ibrahim yakin bahwa mimpi yang dialaminya adalah wahyu dari Allah bukan sekedar halusinasi dan bisikan setan. Akhirnya iapun bertekad melaksanakan perintah Allah tersebut bersama anaknya.
Kebersamaan Ibrahim dan Ismail dalam Menjalankan Perintah Allah
Setelah Nabi Ibrahim mengetahui bahwa hal tersebut adalah wahyu dari Allah, maka segera ia kabarkan kepada Ismail putranya tercinta seraya meminta pendapatnya. Sungguh dia seorang anak yang berbakti pada orang tuanya. Begitu juga santun akhlak dan budi pekertinya.
Ketika mendengar hal tersebut adalah wahyu Allah yang disampaikan pada ayahnya tercinta, maka ia tidak lagi berpikir panjang memberikan jawaban untuk melaksanakan perintah Allah. Isma’il yang masih belia itu dengan tegas mengatakan pada ayahnya.
“Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Subhanallah… Iman setebal apakah yang menghiasi keluarga Nabi Ibrahim hingga ujian seberat itu dihadapi dengan penuh kesabaran? Kita benar-benar terheran dan takjub dengan keduanya yang bertekad kuat bersama-sama melaksanakan perintah Allah meskipun seolah tak tertahankan oleh jiwa.
Begitulah ketika orang tua tulus berdoa kepada Allah untuk anaknya kemudian mendidik dengan ajaran-ajaran tauhid maka anak akan tumbuh dengan pribadi shalih yang berbakti pada orang tuanya.
Kisah Penyembelihan
Tak terbayangkan suasana tatkala Nabi Ibrahim hendak melaksanakan perintah Allah. Haru-biru dan menegangkan bergejolak dalam jiwa sang ayah yang begitu cinta pada anak semata wayangnya. Keraguan pun terkadang menggelayuti di dalam benak Ibrahim.
Namun setiap setan kali datang menghampiri segera ia tepis dan meminta perlindungan kepada Allah. Ibrahim dan Isrnail pun berserah diri, Kecintaan Ibrahim pada Allah telah mengalahkan kecintaan pada anaknya.
Begitu juga kecintaan Ismail pada Allah mengalahkan kecintaan pada dirinya sehingga rela mengorbankan nyawanya. Maka dimulailah pelaksaan perintah Allah sebagaimana firman-Nya: “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. “(QS. ash-Shoffat:103)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Ia (Ibrahim) telungkupkan ke tanah untuk disembelih dari arah tengkuknya tanpa melihat wajahnya saat disembelih agar lebih ringan bagi perasaannya.”
Ketika telah sempurna merebahkan putranya dan mata pisau mulai dipancangkan untuk di ayurikan ke leher Ismail. Saat itu Allah mengetahui kejujuran Ibrahim dan Ismail. Allah berfirman memuji Ibrahim.
“Dan Kami panggillah dia: ‘Hai Ibrohim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik’. ” (QS. ash Shaffat: 104-105)
Akhirnya Allah pun menjadikan jalan keluar dari ujian mereka berdua. Allah ganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar. Allah berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. ash-Shaffat:104-105)
Haru biru telah memenuhi ruang hati Ibrahim dan Ismail. Perasaan gemuruh telah berubah menjadi samudra kebahagian. Gelombang ujian yang begitu dahsyat telah pecah dengan tekad mereka yang tegar bagai karang di tengah lautan. Tak pernah goyang meskipun diterjang kuatnya badai dan gelombang.
Sungguh kisah mereka teladan abadi keluarga muslim sepanjang zaman.
Pelajaran dari Kisah Ismail bagi Seorang Muslim
Dalam kisah Ismail banyak sekali terdapat ibrah dan nasihat yang dapat dijadikan oleh para da’i sebagai topik dakwah di seluruh lini masyarakat, diantara ibrah dan nasihat yang bisa kita petik dari kisah Nabi Ismail adalah:
1. Mengikat diri dalam perintah Allah dan segala perintah-Nya bukanlah dalam rangka menzholimi
dan menyusahkan seorang hamba.
2. Ismail adalah suri tauladan bagi pemuda muslim dalam berbakti pada orang tua terlebih
ketaatannya kepada perintah Allah.
3. Menghilangkan lara kesedihan dengan taat pada Allah. Itulah obat mujarab. Barangsiapa yang
bersedih hati hendaklah mendekatkan diri pada Allah dengan ketaatan.
4. Cobaan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin menunjukkan bukti kecintaan Allah.
Ketika Allah menguji hamba-Nya hakikatnya Dia sedang mencintainya.
5. Berhias dengan akhlak yang Islami yaitu dengan senantiasa menepati janji dan berhusnuzhon
kepada Allah.
6. Memenuhi hak keluarga seperti bermusyawarah kepada anak ketika hendak mengerjakan suatu
perkara yang berkaitan dengannya begitu juga kebersamaan dalam melaksanakan perintah Allah.
7. Tidak boleh bermaksiat kepada Allah dengan alasan memenuhi hak keluarga.
8. Perintah berkorban kepada Allah dengan harta dan jiwa. Dan dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
di syariatkan bagi umat islam berkurban dengan menyembelih kambing.
9. Kesabaran dan tekad yang kuat dalam menjalankan perintah Allah membuahkan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
10. Hendaknya bagi seorang Muslim senantiasa menepis dan membuang keraguan dan bisikan setan
ketika hendak menjalankan ketaatan kepada Allah
Demikian beberapa hikmah dari kisah Ibrahim dan Ismail dalam kehidupan seorang Muslim. Sungguh kalau kita mau menggali masih banyak sekali hikmah yag terkandung di dalamnya. Wallahu a’lam bishawab.
Sumber: Buletin Dakwah Hasmi, E. 36 – 14 Oktober 2011
No comments: